Sungguh
ironis. Indonesia merupakan salah satu produsen ikan cakalang, tuna, dan
tongkol terbesar di dunia. Akan tetapi, dalam 10 tahun terakhir industri
pengalengan ikan di negara kepulauan ini harus mengimpor ikan cakalang, serta
tuna dari Filipina. Langkah itu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan pasokan
bahan baku dari perusahaan penangkapan nasional yang hanya terpenuhi 33,3
persen dari total produksi sekitar 395.978 ton per tahun.
Selebihnya, komoditas tersebut diekspor ke Filipina, Thailand, Jepang dan sejumlah negara di Asia, Eropa, serta Amerika dalam bentuk gelondongan. Pilihan ini disebabkan harga ikan tuna dan cakalang gelondongan di luar negeri berkisar 600 dollar AS-750 dollar AS per ton. Sedangkan di Indonesia cuma dihargai paling maksimal seharga 500 dollar AS per ton.
Volume impor ikan cakalang dan tuna dari Filipina berkisar 60.000 ton-75.000 ton atau 20 persen-25 persen dari kapasitas terpasang sebesar 300.000 ton per tahun. Jumlah tersebut selalu meningkat seiring penurunan suplai dari perusahaan penangkapan ikan nasional.
“Kedengarannya aneh jika kita harus mengimpor lagi ikan cakalang dan tuna dari Filipina. Namun, itulah faktanya. Padahal, ikan yang diimpor ini mungkin saja merupakan hasil penangkapan nelayan dan kapal ikan Filipina secara ilegal di perairan Indonesia,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APPI) Hendri Sutandinata.
Keterbatasan pasokan bahan baku itu tidak dapat dilepaskan dari maraknya aksi penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi selama belasan tahun terakhir. Berdasarkan laporan Organisasi Pangan Dunia (FAO) tahun 2001 menyebutkan bahwa jumlah ikan yang ditangkap secara ilegal di kawasan perairan Indonesia mencapai kurang lebih 1,5 juta ton per tahun. Dengan nilai kerugian berkisar 1,0 milyar dollar AS sampai 4,0 milyar dollar AS.
Nelayan
asing itu berasal dari Thailand, Filipina, Vietnam dan Myanmar, serta sejumlah
negara Asia lainnya. Dalam aksi ilegal itu, mereka tak berjalan sendiri, tapi
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Mulai dari oknum petugas di laut
hingga pengusaha raksasa di Jakarta, dan kota besar lain. Kerja sama itu
terjalin sangat rapi menyerupai jaringan labalaba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
おろかみたいなコメントをする人は地獄へ行け