Senin, 29 Oktober 2012

Kekerasan Ormas dan Ketegasan Pemerintah


Seperti tahun kemarin, menjelang bulan puasa sampai lebaran, banyak sekali organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan demonstrasi, sweeping, bahkan merusak tempat hiburan dan penjual minuman keras. Tujuan mereka adalah untuk menertibkan dan menjadikan bulan suci bebas dari maksiat. Namun, baru-baru ini Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo meminta ormas untuk tidak melakukan sweeping menjelang pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan (Kompas, 17/7/2012). Pradopo menegaskan, polisi akan menindak tegas organisasi-organisasi kemasyarakatan yang melakukan tindakan sweeping. Menurutnya, sweeping merupakan tindakan yang melawan hukum.


Sebenarnya, langkah yang ditempuh ormas bertujuan baik, karena ingin “menertibkan” tempat hiburan dan maksiat saat bulan puasa. Namun, cara mereka dipandang salah dan melanggar hukum, apalagi mereka melakukan tindakan anarkis, tentu sangat dilarang. Di sisi lain, langkah ini juga percuma jika hanya dilakukan pada saat bulan puasa, karena setelah lebaran tempat itu juga akan beroperasi lagi.



Pemicu Anarkisme



Akibat tidak adanya sweeping dan tindakan tegas dari pemerintah atas maraknya tempat hiburan, lokalisasi, karaoke, warung makan yang beroperasi siang hari, akhirnya ormas pun mengambil tindakan. Bahkan, tindakan mereka bukan sekadar lewat peringatan atau cara diplomasi, tapi sudah keterlaluan. Tak jarang dari massa ormas seperti FPI, FUI melakukan tindak anarkis sesuai kehendak mereka. Ini membuktikan “citra buruk” pemerintah Indonesia. Artinya, jika pemerintah tegas menertibkan tempat maksiat dan ormas nakal, maka kekerasan pun tak akan terjadi.



Padahal, masyarakat sudah “muak” dengan perilaku ormas yang mengusik kedamaian dan ketertiban masyarakat. Maka dari itu, masyarakat akan terus menunggu  ketegasan pemerintah dalam menindak kebrutalan ormas. Jika tidak pemerintah, lalu siapa lagi? Karena tidak mungkin “tukang cendol” yang menindak ormas brutal.



Pemicu anarkisme ormas juga terjadi atas dasar menumpas kejahatan dan maksiat. Mereka ingin negara ini bersih dari praktik mesum, minuman keras, dan narkoba. Apalagi, pada saat bulan puasa, tentu ini menjadikan ormas selalu siaga menindak tempat-tempat hiburan.



Sebenarnya, dalih “memberantas maksiat” melalui tindakan anarkis ormas tidak bisa melegitimasi dan menghilangkan tanggung jawab pidana pelakunya, namun kepolisian dan aparat penegak hukum harus semakin tegas melaksanakan tugas secara optimal dan cepat dalam menindak kejahatan atau kemaksiatan yang melanggar undang-undang yang terjadi di masyarakat. Jika polisi tidak cekatan menumpas kejahatan di bulan puasa, maka jangan salahkan jika ormas melakukan tindak anarkis dalam rangka memberantas kemaksiatan.



Peran Pemerintah



Jika pemerintah tegas dan bergerak cepat melakukan penertiban tempat hiburan yang dinilai menganggu aktivitas bulan puasa, maka ormas pun tak akan bertindak. Pasalnya, selama ini peran pemerintah yang dipegang oleh Kepolisian dinilai masih lambat dalam bergerak. Akhirnya, mereka tak hanya bertugas menertibkan tempat hiburan, justru sibuk menertibkan ormas anarkis.



Dalam hal ini, pemerintah harus melakukan langkah preventif dan represif untuk menuntaskannya. Ada dua pekerjaan yang harus dikerjakan pihak Kepolisian, yaitu menindak tempat hiburan dan ormas anarkis. Jika tidak segara bertindak, maka citra pemerintah akan semakin buruk.



Lemahnya UU Ormas



Munculnya kekerasan ormas-ormas di luar jalur hukum, dipicu akibat lemahnya regulasi dan ketegasan pemerintah. UU No 8/1985 dan PP No. 18/1986 sebagai pengatur, ternyata belum kuat sebagai payung hukum. Itu artinya, UU ormas masih menjadi problem dan pemicu lahirnya kekerasan ormas.



Karena itu, pemerintah harus segara merevisi UU ormas. Jangan sampai kekerasan ormas melukai hukum di negeri ini. Bahkan, kekerasan ormas selama ini sangat “lebay” dan keterlaluan. Tujuan dari revisi itu adalah untuk memberdayakaan ormas agar lebih produktif, kontributif, dan tidak kontradiktif dalam melakukan pergerakan di masyarakat.



Diakui atau tidak, hadirnya ormas radikal seperti FPI karena lemahnya penegakan hukum negeri ini. Sehingga, dengan dalih menegakkan “amar ma'ruf nahi munkar,” FPI ikut memberantas tindakan maksiat yang bertentangan dengan norma-norma agama di tengah masyarakat. Apalagi, pada saat bulan suci, tentu maksiat harus ditumpas. Namun, terkadang aksi mereka dinilai keras dan radikal.



Jika benar-benar kepolisian, Kejaksaan Agung, pengadilan, dan seluruh penegak hukum menjalankan UUD 1945, tanpa UU tanpa PP, tidak perlu ada ormas. Atas dasar itu, aksi ormas radikal jangan disimpulkan melawan hukum dan  berkesimpulan harus membubarkannya tanpa melihat akar permasalahan. Pasalnya, sebelum bergerak, ormas juga menyurati aparat keamanan. Pada intinya, negara ini membutuhkan regulasi dan UU jelas terkait ormas. Jika pemerintah tidak bertindak, maka permasalahan ini akan semakin kacau. Wallahu a’lam bisshawab.


SUMBER : http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,39023-lang,id-c,kolom-t,Kekerasan+Ormas+dan+Ketegasan+Pemerintah-.phpx

Pada dasarnya, organisasi masyarakat dibentuk agar dapat berguna bagi masyarakat, jadi menurut saya, sebenarnya sangat disayangkan kalau sampai banyak hal-hal yang membuat organisasi-organisasi masyarakat menjadi seolah-olah hal yang buruk, serta meresahkan masyarakat, apalagi sampai bentrok dengan pihak yang berwajib. Padahal pihak yang berwajib pun dibentuk untuk menjaga ketentraman masyarakat, mengapa keduanya malah tidak bisa akur? Memang banyak hal-hal kompleks yang membuat hal menjadi sulit, tetapi mengapa kita tidak tenangkan diri sejenak, dan berpikir ke depan untuk sama-sama meraih satu tujuan? Andai bisa seperti itu, pastilah ormas tidak akan mempunyai reputasi seperti sekarang, dan tentunya ketentraman masyarakat menjadi lebih terjamin.


Selasa, 23 Oktober 2012

Komunitas Penggemar Anime

Dunia ini luas.
Saya akui kata-kata di atas memang agak unik untuk membuka suatu artikel yang bahasannya akan saya ketik berikut ini, tetapi kata-kata di atas adalah satu-satunya kata-kata yang bisa saya pikirkan untuk menanggapi hal yang sebentar lagi akan saya bahas.

Anime adalah kata-kata serapan dari bahasa inggris yaitu Animation. Pada dasarnya kata tersebut mempunyai arti kartun atau animasi, tetapi dengan seiring dengan berjalannya waktu, anime menjadi sebuah kata untuk menyebut suatu produk animasi khusus dari Jepang.

Itulah penjelasan singkat mengenai anime, namun yang ingin saya bicarakan kali ini bukanlah anime itu sendiri, namun para fans dari anime tersebut. meskipun anime pada dasarnya adalah kartun, tetapi konsumennya tidak hanya dari kalangan anak-anak saja, tetapi bagai layaknya film-film lainnya, anime pun dikategorikan menjadi anime untuk anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Ya! Bahkan untuk kalangan dewasa sekalipun. tidak sering kita temukan anime yang mempunyai tema yang berat, penuh dengan trik dan intrik sehingga hanya orang yang sudah dewasalah yang bisa mengerti jalan ceritanya.

Anime dibuat sedemikian rupa menariknya, sehingga fansnya pun meningkat pesat, dan tidak hanya dari jepang saja, tetapi di setiap negara di seluruh dunia! di antara para fans pun ada beberapa orang yang sangat kecanduan dengan anime ini, bahkan terkadang kecanduannya bisa mencapai tingkat akut. Untuk orang-orang seperti ini, di Jepang mereka disebut dengan sebutan otaku. anime memang hanya kartun, atau lebih tepatnya lebih dari sekedar kartun? yang agak sulit menggambarkannya, pokoknya anime memang berupa animasi, namun, seperti pada banyak hal pada umumnya, anime pun mempunyai dampak positif maupun negatif. Untuk otaku yang saya sebutkan di atas saja untuk contohnya, para manusia yang disebut dengan otaku ini mempunyai citra yang sangat buruk di mata masyarakat Jepang. Bahkan beberapa orang sampai-sampai menyebut anime sebagai racun, dan jika kita sudah terkontaminasi dengan racun tersebut, maka otak kita akan menjadi rusak, dan hidup kita pun akan menjadi rusak pula. Sebenarnya apa otaku itu sehingga nama mereka begitu buruk?

Mungkin sebagian besar orang berpikir bahwa anime hanyalah kartun. Tetapi kartun ini bagi orang tertentu dapat membuat mereka kecanduan. Untuk gambaran seorang otaku tadi, bayangkanlah seseorang yang sudah berusia 30 ke atas, yang merupakan pengangguran, sehari-harinya hanya mengunci di dalam kamarnya, di depan tv atau komputer, tidak melakukan apa-apa. bahkan sebagian dari mereka ada yang tidak peduli dengan manusia lainnya, dan bahkan ia sampai jatuh cinta dengan karakter kartun tersebut! untuk orang seperti ini, orang jepang mempunyai sebutan juga, yaitu nijikon atau 2D con. Ni merupakan sebutan untuk angka 2 dalam bahasa jepang, dan ji merupakan sebutan dari D (dibaca dalam bahasa inggris di, namun karena logat orang jepang, dibaca ji). 2D con itu sendiri merupakan singkatan dari Two Dimension Complex.

Itu adalah gambaran tentang dampak buruk anime, namun, istilah otaku yang begitu negatif hanya terbatas di dalam jepang saja. Otaku di negara-negara lain termasuk Indonesia tidaklah se-ekstrim itu, para otaku di luar jepang mengalami penyempitan makna, menjadi sebutan untuk mereka-mereka yang gemar dengan anime.

Walaupun mempunyai dampak negatif, tapi anime juga mempunyai dampak positif. Diantaranya adalah pengembangan dari suatu daya imajinasi dan kreatifitas seseorang yang tentunya sangat diperlukan untuk membuat ilustrasi dari animasi. Dan juga tentunya dari segi cerita, banyak adegan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa, dapat kita buat animasinya sehingga seseorang dapat mengembangkan ilustrasi untuk cerita mereka secara maksimal. Belum lagi dari segi lapangan pekerjaan, di Jepang, ada asosiasi khusus untuk menampung pengisi suara untuk anime. Di dalam asosiasi ini, mereka mengembangkan seni untuk membuat suara percakapan biasa menjadi semenarik mungkin, dan para pengisi suara ini mempunyai popularitas sendiri atas suara-suara khas mereka. Karena setiap harinya mereka melatih kualitas suara mereka, maka tidak sedikit dari pengisi suara atau dalam bahasa jepang kita disebut dengan Seiyuu ini bisa menyanyi. Bahkan beberapa di antara seiyuu ini ada yang berhasil menjadi penyanyi sukses.

Begitu banyak dampak yang dihasilkan oleh suatu kartun yang tentunya penjabaran di atas hanya sedikit jika ingin mengetahui secara keseluruhan tentang anime. Oleh karena itupun saya hanya bisa berkomentar Dunia ini luas. Menurut saya, sebenarnya tidak apa menyukai sesuatu, asalkan kita dapat mengambil segi positifnya. Tentunya ini berlaku untuk semua hal, tidak hanya anime, segala sesuatu yang berlebihan pastilah akan menjadi tidak baik, karena itu, ada baiknya kita introspeksi diri, melihat dengan sudut pandang yang luas, memilah-milah mana yang baik dan buruk untuk kita, sehingga untuk ke depannya kita bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama.

Senin, 08 Oktober 2012

Senioritas

Botak, culun, selalu berjalan atau bergerak secara berkelompok, merupakan pemandangan yang sering kita temui pada tahun ajaran baru di setiap universitas. Mereka adalah para mahasiswa baru yang masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Dengan bantuan para senior atau kakak kelas, para mahasiswa baru ini perlahan dapat mengenal, beradaptasi, dan pada akhirnya mencintai lingkungan baru mereka. Karena itu di setiap tahunnya di setiap universitas, pastilah diadakan kegiatan yang dinamakan masa orientasi. Namanya sendiri berubah seiring dengan waktunya, misalnya saja pada zaman orang tua saya masih kuliah, dinamakan dengan nama mapram, dan beberapa tahun sebelum pada akhirnya disebut dengan sebutan PPSPPT, kegiatan ini dinamakan ospek. Namanya memang bermacam-macam, tetapi intinya tetap satu, yaitu mengenalkan lingkungan kampus pada mereka yang baru masuk.

Walaupun tujuan utamanya adalah untuk mengenalkan, namun pada tahun-tahun sebelumnya banyak kita dapati bahwa kegiatan ini terkenal seram di antara para mahasiswa baru. Bagaimana bisa begitu menyeramkannya? Ini karena biasanya pada kegiatan tersebut, para senior banyak yang menjahili juniornya. Untuk "menjahili" nya itu sendiri sebenarnya adalah agar para mahasiswa baru dapat kompak baik pada angkatan maupun almamater serta memperkuat tali persaudaraan di antara para mahasiswa itu sendiri. Namun pada kenyataannya banyak para senior yang kadang menjahilinya agak di luar batas, sehingga bisa menimbulkan trauma bagi beberapa mahasiswa baru, atau bahkan sampai harus berurusan dengan pihak yang berwajib.

Seiring dengan waktu, kegiatan orientasi ini lama kelamaan menjadi agak melunak, untuk tahun ini saja misalnya, di beberapa kampus bahkan ada yang menghapuskan senioritas. Tidak ada lagi senior yang dipanggil kakak, atau panggilan-panggilan lainnya yang menunjukan para senior adalah senior. Hal ini tentunya membuat para mahasiswa baru dan juga orang tua mahasiswa baru dapat bernapas lega.

Jika kita lihat dari sudut pandang untuk mengurangi ketegangan dan juga kekerasan antara mahasiswa senior dan junior, hal ini merupakan hal yang bagus. Namun jika dilihat dari sudut pandang kekeluargaan dan ikatan mahasiswa, menurut saya hal ini agak kurang baik. Karena seperti yang kita tahu, untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman sebagai mahasiswa secara maksimal, diperlukan relasi dan koneksi yang seluas-luasnya. Yang mengajarkan banyak hal yang tidak diajarkan oleh dosen biasanya adalah senior, dengan ditiadakannya senioritas, rasanya sulit untuk para mahasiswa baru untuk mengenal dan dekat dengan senior-seniornya. Karena walaupun senior suka "menjahili" mahasiswa baru, namun secara tidak langsung senior juga mengajak mahasiswa baru untuk masuk dalam ruang lingkup para senior. Sedangkan jika tidak seperti itu, mahasiswa baru cenderung hanya berkumpul dengan sesama mahasiswa baru, sehingga relasi mereka pun akan menjadi terbatas. Senioritas yang berlebihan memang merugikan banyak pihak, namun jika dihilangkan sepenuhnya, menurut saya itu secara tidak langsung akan berdampak negatif pada para mahasiswa baru.

Senin, 01 Oktober 2012

Tugas 1: Dibalik Perbedaan

Jika kita berbicara tentang dunia, kadang kita akan merasa bingung. Bukan bingung karena tidak tahu apa itu kata-kata "dunia", melainkan karena satu kata ini mempunyai berbagai definisi yang tak terhitung jumlahnya. Tujuh benua, tujuh samudra, yang di dalamnya pun terdapat tujuh milyar manusia, dan berbagai spesies binatang serta tumbuhan yang sampai saat ini pun masih saja ditemukan jenis-jenis yang belum pernah ditemukan sebelumnya. begitu banyak hal yang ada di bumi kita ini yang membuat planet kita paling indah di antara planet-planet yang lainnya.

Dari 7 milyar orang manusia yang ada pun terdapat berbagai macam ras, suku, dan agama yang tak terhitung jumlahnya menempati segala sudut daratan di bumi, setiap harinya bertambah memenuhi bumi. Manusia pun adalah satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai akal, pikiran, serta kecerdasaan di atas makhluk-makhluk lainnya, namun jika kita lihat pada apa yang terjadi di dunia saat ini, masa lampau, dan kemungkinan juga akan terus ada pada masa depan, selalu ada konflik dan perang yang selalu mewarnai sejarah perkembangan manusia merupakan suatu kenyataan yang ironis, mengapa manusia suka berkonflik? Mengapa manusia begitu susah saling memaafkan? apakah mereka begitu berbeda sampai mereka perlu untuk saling menjatuhkan satu sama lain?

Pada dasarnya, dari sekian banyak manusia yang ada, memang tak satu pun dari mereka yang sama. Satu lagi kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Tetapi menurut sudut pandang saya, perbedaan satu manusia dengan manusia lainnya adalah hal yang unik, merupakan tambahan warna yang membuat bumi ini lebih indah. Coba kita ambil perumpamaan sebuah pelangi, bayangkan jika pelangi hanya berwarna putih saja, akan sangat membosankan bukan? pelangi pun indah karena ada banyak warna. begitu juga pada manusia. Sudah ada dari zaman sebelum masehi, manusia selalu saling bertentangan, dan akibatnya, banyak manusia-manusia tidak berdosa yang gugur. Para tentaranya pun sama, pihak yang kalah adalah korban dari pihak yang menang. Memang perang mempunyai banyak alasan yang rumit sehingga perlu diperjuangkan, tetapi melihat hal seperti ini selalu terulang dari zaman dulu sampai sekarang, sepertinya manusia belum maju satu langkah pun dari zaman batu! Padahal manusia mempunyai kelebihan berupa akal pikiran, tetapi pada kenyataannya manusia masih belum bisa melihat jika pada dasarnya manusia itu sama. Menurut saya, manusia sengaja diciptakan berbeda-beda, agar para manusia bisa melihat persamaan di balik perbedaan mereka, dan untuk itu, manusia perlu untuk mengerti satu sama lain. Andai saja setiap manusia di dunia ini dapat melakukan hal itu, maka peperangan dan konflik pun akan hilang dari muka bumi ini. Just as simple as that.