Rabu, 10 April 2013

Dinamika Pancasila



Jika kita berbicara tentang pancasila, tentunya kita akan dihadapkan pada definisi serta sejarah tentang pancasila itu sendiri. Pada dasarnya, pancasila adalah ideologi dibentuk oleh warga Indonesia, dan untuk Negara Indonesia. Tentunya isinya pun disesuaikan dengan kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri. Namun kita sendiri masih sering bertanya-tanya apakah itu pancasila? Mengapa ideologi ini hanya ada di Indonesia dan tidak ada pada negara lain? Pertanyaan macam itu sering terlintas dalam benak kita sebagai warga negara Indonesia yang notabene pemilik dari ideologi sakral yang bernama pancasila ini.
            Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha india. Ajaran budha bersumber pada kitab suci Tripitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surge. Ajaran pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya.
            Nilai-nilai pancasila secara intrinsic bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia nilai pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup (pandangan hidup). Nilai dan fungsi filsafat pancasila telat ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal ini dibuktikan dengan sejarah Majapahit (1293). Pada waktu itu Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis “negara kertagama” (1365), dan di dalam kitab tersebut telah terdapat istilah pancasila.
            Empu Tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat seloka yang berbunyi “Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu kerajaan yang menjadi kekuasaannya yaitu pasai justru telah memeluk agama islam.
            Sumpah palapa yang diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam siding ratu dan para menteri di pasebahan keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut; “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalai gurun, seram, tanjungpura, haru, Pahang, dempo, bali, sunda, Palembang, tumasik telah dikalahkan”. (Yamin;1960:60)
            Dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai pancasila adalah filsafat hidup yang berkembang dalam sosio-budaya bangsa, karenanya nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
            Sebagai ajaran filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental kenegaraan yaitu negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, demikian pula asas kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan seterusnya dimana nilai-nilai tersebut secara bulat dan utuh mencerminkan asas kekeluargaan, cinta sesame dan cinta keadilan. (Nesty Astriani Scribd, 2010)
            Beralih dari zaman kerajaan, ide dari pancasila ini pun diteruskan sampai pada zaman modern, yaitu pada saat Indonesia hamper merdeka
            Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
            Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan.
            Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura).
            Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
            Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan

Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.

Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang. Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa”. (adipedia,2011)
Dari sedemikian sejarah terbentuknya Pancasila tersebut, dapat kita lihat kesakralan yang seharusnya ada pada pancasila, yang dimana sebenarnya ide Pancasila ini sudah lama dicetuskan oleh nenek moyang kita pada zaman kerajaan Majapahit, berlanjut pada masa proklamasi. Namun, mengapa pada saat ini seolah-olah kesakralan yang seharusnya ada pada Pancasila ini menjadi pudar? Bukan hanya pudar lagi, tetapi masyarakat Indonesia terutama para anak mudanya seolah-olah tidak mengenal Pancasila lagi. Memang jika disuruh menyebutkan isi Pancasila mereka akan dengan lancar menyebutkan apa saja isinya dengan sangat lantang, tetapi dalam kehidupan bermasyarakat sulit sekali kita menemukan nilai-nilai pancasila yang diterapkan di dalamnya. Apakah hal ini dikarenakan Pancasila sudah tidak cocok lagi menjadi Ideologi Negara Indonesia? Ataukah karena memang Rakyat Indonesianya sendiri yang sudah menjadi tidak peduli dengan negaranya? Banyak dari mereka warga Indonesia yang menganggap negaranya sendiri adalah negara yang buruk. Ini sangat menyedihkan. Jika kita telusuri lagi sejarah Indonesia dapat kita temukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat. Cukup kuat sampai negara ini bisa merdeka melepaskan diri dari cengkraman penjajah dengan jerih payahnya sendiri tanpa bantuan siapapun. Bahkan negara adikuasa yang saat ini dikatakan sebagai negara terkuatpun bisa merdeka karena dibantu oleh negara lain. Mengapa rakyat Indonesia begitu buta dengan kenyataan sederhana seperti ini sampai-sampai melupakan ideology negaranya sendiri? Coba lihat negara-negara asing yang saat ini mereka anak muda sebut sebagai negara yang keren, mereka bisa seperti itu hanya karena mereka bangga akan asal muasal bangsa dan cina tanah airnya. Sebenarnya Indonesia juga bisa seperti itu jika saja rakyatnya bangga dan mencintai tanah airnya, jika kalau bukan kita yang mencintai tanah air ini, maka siapa lagi?
Mungkin memang ideologi adalah sesuatu yang dianggap kuno oleh masyarakat dewasa ini, atau mungkin juga karena ideologi ini terlalu idealis dan tidak realistis atau sebagainya, namun menurut pendapat pribadi saya, ini bukanlah karena semua hal tersebut. Memang untuk dapat bertahan di bumi ini kita harus menjadi orang yang realistis, dan tidak terlalu ideologis karena mungkin banyak orang akan menyebutnya gila. Namun jika kita lihat dari sejarah umat manusia itu sendiri, dunia ini membutuhkan orang-orang ideologis untuk menjadi sumber inspirasi mereka, pada kenyataannya yang dapat kita lihat pada sejarah memang orang realistis menyebut diri mereka realistis tetapi secara tidak sadar mereka selalu dipimpin oleh orang yang ideologis. Ini sudah terbukti pada sejarah-sejarah yang ada, apakah kita masih mau menutup mata, menyebut diri kita realistis dan menjadi bahan tertawaan dunia?

Daftar Pustaka dan Referensi:

tahun 2010, diakses pada tanggal 11 April 2013

tahun 2011, diakses pada tanggal 11 April 2013